Kamis, 27 Oktober 2011

Kunjungan ke Taman Sari Yogyakarta

Kunjungan ke Taman Sari Yogyakarta


Hari jumat tanggal 3 maret 2010 kami jalan-jalan ke taman sari. Untuk pertama kalinya kami berkunjung kesana selama tinggal di Yogyakarta kurang lebih tiga tahun. Kami disana ditemani oleh guide yang menemani kami keliling komplek taman sari dan menceritakan sejarah dan fungsi taman sari.

Tamansari adalah taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogyakarta dan keluarganya. Berfungsi sebagai tempat tetirah dan bersemadi Sultan beserta keluarga. Disamping sebagai tempat peristirahatan, pesanggrahan selalu memiliki komponen pertahanan. Letak Tamansari hanya sekitar 500 meter sebelah selatan Kraton Yogyakarta. Arsitek bangunan ini adalah bangsa Portugis, sehingga selintas seolah-olah bangunan ini memiliki seni arsitektur Eropa yang sangat kuat, disamping makna-makna simbolik Jawa yang tetap dipertahankan. Namun jika kita amati, makna unsur bangunan Jawa lebih dominan di sini. Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwono I atau sekitar akhir abad XVII M. Tamansari bukan hanya sekedar taman kerajaan, namun bangunan ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari kolam pemandian, kanal air, ruangan-ruangan khusus.

Pada masa lalu, bangunan Tamansari merupakan laut buatan yang airnya diambilkan dari Sungai Winongo di sebelah Barat Pesanggrahan Tamansari. Air dialirkan ke Segaran yang merupakan tempat pengumpulan dan pengaturan air, guna mengisi kolam melalui parit-parit buatan. Kondisi lahan yang lembab menyebabkan kesuburan tanah meningkat di sekitar Pesanggrahan Tamansari. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kebun-kebun buah dan bunga di lokasi tersebut. Penamaan tersebut masih dapat ditelusuri hingga sekarang antara lain: kebun mangga, kebun nanas, kebun sirih, kebun durian, kebun sirih, kebun pandanwangi, kebun cengkeh, kebun jambu air, kebun kelapa, kebun sukun, kebun pala, kebun delima, kebun bunga-bunga, kebun sayuran, kebun sayuran sebrang, kebun gladen (latihan perang), dll. Pengunaan dan penamaan kebun buah-buahan, bunga, dan sayur-sayuran lebih menekankan lagi arti sebenarnya Tamansari. Penamaan tersebut masih dapat ditelusuri pada peta Istana Air Tamansari yang dibuat oleh Groneman tahun 1885.

Kompleks Pesanggrahan Tamansari sebenarnya memiliki gugusan yang teratur rapi seperti halnya gugusan Kraton Yogyakarta Hadiningrat. Pintu gerbang Tamansari sekarang (untuk pariwisata) yang terletak di Jalan Tamansari sebenarnya merupakan bagian belakang pesanggrahan bernama Gerbang Kenari. Gerbang utama yang sebenarnya (Gapura Pagelaran) terletak di sebelah barat Pesanggrahan Tamansari yang sekarang telah hilang dan menjadi perumahan penduduk. Dahulu, bangunan Gapura Pegelaran terdapat ruangan penjagaan serta sepasang gardu yang berfungsi sebagai baluwer atau bastion yang digunakan sebagai tempat pengintaian. Pada pangunan tersebut juga ditempatkan dua buah meriam.

Sebelah timur gapura adalah Balai Pasewakan atau tempat menghadap sultan. Bangunan ini terletak pada suatu halaman yang berbentuk segidelapan beraturan, tetapi bangunan tersebut tidak ada bekasnya karena kini sudah menjadi perkampungan dan bangunan sekolahan.

Sebelah timur Balai Pasewakan adalah Gapura Agung Tamansari yang sampai sekarang masih dapat dilihat keindahannya. Gapura Agung merupakan gapura kurung dengan empat buah ruangan di dalamnya serta altar atas tempat pengawasan para prajurit. Setelah melewati Gapura Agung maka akan berhadapan dengan bangunan Gedong Lopak-lopak yaitu bangunan bertingkat yang terletak di halaman segidelapan di sebelah timur Gapura Agung. Bangunan ini sekarang sudah tidak ada dan hanya menyisakan pot-pot bunga yang besar yang dahulu sebagai penghias sekeliling bangunan Gedong Lopak-lopak. Pada halaman segidelapan tersebut terdapat lorong ke utara yang menghubungkan dengan pemandian para prajurit jaga, lorong ke selatan yang menghubungkan ke kebun buah dan bunga yang sepanjang lorongnya dihiasi dengan pot buang besar di kanan kirinya. Lorong atau jalan ke timur dihubungkan dengan bangunan petirtaan atau Taman Umbul Binangun yang terdiri atas tiga buah kolam dan sebuah menara yang diperuntukkan bagi Sang Sultan Yogyakarta Hadiningrat. Kompleks bangunan Taman Umbul Binangun ini dapat dinikmati secara utuh arsitektur bangunannya. Komplek ini telah beberapa kali mengalami pemugaran. Lokasi ini sekarang menjadi pusat kunjungan jika berwisata ke Pesanggrahan Tamansari selain Sumur Gumuling dan Pulo Kenongo di sebelah utaranya. Sebelah Timur Taman Umbul Binangun terdapat Gedong Sekawan yang berfungsi sebagai tempat istirahat para istri dan keluarga raja. Halaman Gedong Sekawan ini juga berbentuk segidelapan.

Sebelah timur Gedong Sekawan terdapat Gedong Gapura Panggung yang merupakan gerbang bertingkat, hampir sama dengan Gapura Agung. Setelah Gapura Panggung akan dapat dijumpai Gedong Temanten yang digunakan sebagai tempat istirahat istri dan keluarga raja dan merupakan bangunan belakang dari Pesanggrahan Tamansari.

Sebelah selatan Kompleks Umbul Binangun terdapat Kompleks Taman Umbul Sari, Gedong Blawong, dan Pesarean Taman Ledok Sari. Bangunan ini merupakan satu garis lurus dari selatan ke utara yang berfungsi sebagai pemandian dan tempat beristirahat Raja Yogyakarta dan permaisurinya. Selain bangunan tersebut juga terdapat pondokan untuk abdi dalem Pesanggrahan Tamansari.

Sebelah Utara Kompleks Taman Umbul Binangun terdapat bangunan Pulo Kenongo yang oleh masyarakat disebut Pulo Cemeti yang merupakan bangunan bertingkat. Bangunan ini memiliki banyak kamar dan bagian atas terdapat ruang terbuka untuk melihat pemandangan di sekitar Kraton Yogyakarta.

Sebagian besar bangunan di Pesanggrahan Tamansari sudah dipadati oleh rumah penduduk, tetapi dinding-dinding bangunan lama masih bisa dirunut posisinya. Satu hal yang patut dipuji bahwa masyarakat tidak menghancurkan dinding-dinding lama di Komplek Tamansari tetapi membiarkan hingga hancur sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sisa-sisa bangunan lama yang saling berhimpit dengan tembok rumah yang dibangun kemudian, walaupun hanya menyTerletak di Kampung Taman, 500 m sebelah selatan kompleks Keraton Yogyakarta, dibangun pada 1578, dengan luas total 12,6 hektar. Area antara tenggara taman sampai perempatan kota disebut Kampung Segaran yang merupakan danau buatan. Area ini sekarang dinamakan Suryoputran. Setiap Sultan mengunjungi taman, beliau mendayung perahu melewati jembatan gantung yang disebut Kreteg Gantung yang terletak di depan gerbang istana, wilayah utara atau selatan Kemandungan.

Ada banyak teknologi bangunan tradisional yang bisa dipelajari saat mengunjungi tempat ini. Misalnya cara mengawetkan kayu kusen pintu dan jendela dengan mengoleskan air campuran tembakau, batang pohon pisang, dan cengkeh pada kusen dan daun pintu atau jendela. Tembok asli Taman Sari juga terbuat dari campuran bahan yang bernama bligon. Bligon merupakan materi traditional coating yang terdiri dari campuran pasir, kapur, dan semen merah. Semen merah di sini merupakan hasil tumbukan bata merah, sedangkan kapur yang digunakan adalah gamping. Bligon yang dipakai pada dinding bangunan-bangunan di Taman Sari itu memunculkan warna coklat muda. Selain itu, bisa dilihat bahwa dinding luar yang memagari kolam pemandian dibangun agak condong ke luar. Alasannya agar tidak mudah runtuh oleh gempa. Dapur yang dipakai memasak makanan untuk Sultan juga menunjukkan teknologi kearifan lokal yang mengagumkan. Tak ada unsur kayu sama sekali untuk menghindari bahaya kebakaran. Selain itu sistem pembuangan limbahnya dibuat sedemikian rupa sehingga dapur tidak kotor atau berbau. Kompor yang dipakai hampir mirip dengan tempat tidur Sultan, yakni berupa meja tembok yang dibawahnya ada rongga untuk perapian. Jika meja tembok sudah panas, panci-panci akan diletakkan diatasnya untuk mematangkan makanan.

Kita sebagai pewaris budaya bangsa wajib menjaga dan tidak merusak. Serta mampu mengambil hikmah atau pelajaran dari hasil seni budaya yang telah ada untuk membangun peradaban yang lebuh baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar